ANALISA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Nomor 46/PUU-VIII/2010
ketika saya menganalisa
Putusan tersebut,saya menyatakan sangat setuju dengan keputusan MK
Nomor 46/PUU-VIII/2010 yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama
dan pada tingkat terakhir menjatuhkan putusan dalam perkara permohonan
pengujian undang – undang No 1 tahun 1974 tentang perkawinan terhadap UUD
Republik Indonesia Tahun 1945 yang diajukan oleh Hj.Aisyah Mochtar Alias
Machica Binti H. Mochtar Ibrahim Sebagai pemohon 1 dan Muhamad Iqbal Ramadhan
Bin Moerdiono sebagai Pemohon kedua berdasarkan Putusan tersebut bahwa dari
seluruh Uraian permohonan para pemohon menurut pemerintah anggapan kerugian hak
dan / atau kewenangan konstitusionalitas yang terjadi terhadap diri
pemohon,bukanlah karena yang berlakunya dan / atau sebagai akibat berlakunya
Undang – Undang yang dimohonkan pengujian Tersebut,karena pada kenyataannya yang
dialami oleh pemohon 1 dalam melakukan perkawinan dengan seorang laki laki yang
telah beristri tidak memenuhi prosedur,tata cara dan persyaratan sebagaimana
yang diatur dalam pasal 3 ayat (2) pasal 2,pasal 5,pasal 9,dan pasal UU
perkawinan serta PP NO 9 Tahun 1975 Tentang pelaksanaan UU Perkawinanan,oleh
karenanya perkawinan Poligami yang dilakukan oleh Pemohon Tidak dapat dicatat.
Seandainya Perkawinan
Pemohon 1 dilakukan sesuai dengan kepentingan Hukum yang berlaku aquo,maka
pemohon satu tidak akan mendapatkan hambatan dalam melakukan pencatatan
perkawinana,dan dijamin bahwa pemohon satu akan diperoleh ststus hukum
perkawinan yang sah dan mendapatkan hak status anak yang dilahirkannya. Karena
itu pemerintah melalui ketua/majelis hakim mahkamah konstitusi memohon kiranya
para pemohon dapat membuktikan terlebih dahulu apakah benar sebagai pihak yang
menganggap hak dan/ atau kewenangan konstitusional yang dirugikan atas
berlakunya ketentuian yang dimohonkan untuk diuji,utamanya dalam
mengkonstruksikan adanya kerugian hak dan atau kewenangan konstitusionalnya
yang dirugikan atas berlakunya ketentuan yang dimohonkan untuk diuji tersebut.
Berdasarkan uraian
tersebut,menurut pemerintah permasalahan yang terjadi terhadap para pemohon
adalah tidak terkait dengan masalah konstitusionalitas, keberlakuan materi
muatan norma UU aquo,yang dimohonkan untuk diuji tersebut,akan tetapi berkaitan
dengan ketidakpatuahan terhadap peraturan perundang – undangan yang berlaku
yang dilakukan secara sadar dan nalar yang sepatutnya dapat diketahui resiko
akibat hukumnya dikemudian hari.
Hal ini menurut
pemirantah tepat jika MK secara Bijaksana menyatakan Permohonan para pemohon
tidak dapat diterima,dengan demikian pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada
MK untuk mempertimbangkan dan menilainya apakah para permohon memiliki
kedudukan hukum (legal standing tidak dalam permohonan pengujian UU aquo sebagaimana yang ditentukan
dalam pasal 51 ayat 1 UU MK,maupun berdasarkan Putusan - Putusan MK terdahulu.
Dengan demikian,maka UU perkawinan telah sejalan dengan amanat konstitusi dank
arena tidak bertentangan dengan UUD 1945, Karena itu UU perkawinan tidak
mengandung materi muatan yang mengurangi dan menghalang halangi hak seseorang
untuk melakukan perkawinan,akan tetapi UU perkawinan mengatur Bagaimana sebuah
perkawinanan harus dilakukan sehingga hak – hak konstitusional seseorang
terpenuhi tanpa merugikan hak – hak konstitusional orang lain.
Alasan Tidak diterimanya
oleh Putusan MK Karena :
1.
Menyatakan bahwa pemohon tidak mempunyai
kedudukan Hukum (legal standing)
2.
Menolak permohonan pengujian para pemohon
seluruhnya atau setidak tidaknya menyatakan permohonan pengujian para pemohon
tidak dapat diterima
3.
Menerima keterangan pemerintah secara
keseluruhan
4.
Menyatakan ketentuan pasal 2 ayat 3 dan pasal
43 ayat 1 UU Perkawinan tidak bertentangan dengan pasal 28 B Ayat 1 dan Ayat 2
serta pasal 28 D ayat 1 UUD 1945
Comments
Post a Comment